JAKARTA – Suara eksponen 98 kembali menggema. Pada 29 Agustus 2025, 98 Resolution Network, yang merupakan wadah para eksponen gerakan mahasiswa 1998 dan alumni kelompok Cipayung, mengeluarkan siaran pers yang menyuarakan keprihatinan atas kekerasan dan bentrokan dalam demonstrasi serta kritik keras terhadap DPR/MPR.
Mereka menyatakan dukungan penuh kepada Presiden Prabowo, namun juga mengingatkan agar parlemen berhati-hati dalam bersikap dan berbicara.
Raden Agus Hiramawan, mantan Ketua Senat Fakultas Pertanian dan Ketua III Senat Mahasiswa Universitas Sumatera Utara periode 1995-1996 sekaligus aktivis 98, mengungkapkan kekecewaannya terhadap sikap anggota DPR/MPR saat ini.
Menurutnya, para wakil rakyat yang dulu turut meruntuhkan rezim Orde Baru, kini telah kehilangan arah dan jauh dari kepentingan rakyat.
“Mereka yang dulu ikut meruntuhkan rezim Soeharto, kini justru kehilangan hati, visi, otak, dan akal sehat,” ungkap Raden.
Sebagai bentuk protes, Raden melontarkan lima desakan tegas kepada DPR/MPR. Pertama, anggota DPR/MPR yang terbukti menghina rakyat harus dipecat dan segera diaudit hartanya (LHKPN).
Kedua, anggota DPR/MPR yang masih memiliki akal sehat harus segera memutuskan undang-undang perampasan aset dan kekayaan koruptor.
Ketiga, meminta agar para aktivis dan demonstran yang ditangkap dengan tuduhan sebagai provokator dibebaskan, karena yang sebenarnya bertindak sebagai provokator adalah para anggota DPR/MPR yang melontarkan komentar yang menyakiti hati rakyat.
Selanjutnya, Raden mendesak agar gaji dan tunjangan anggota DPR/MPR dikurangi, dengan batas maksimal take-home pay 3-5 kali UMR.
Terakhir, ia meminta agar ditetapkan indikator kinerja (KPI) bagi anggota DPR/MPR, dan jika tidak tercapai, mereka harus mundur atau dipecat.
“Kalau tidak, sejarah akan mengulang dirinya. Rakyat bisa kembali bergerak,” tegas Raden.
Dalam pernyataan terpisah, Juru Bicara Forum Aktivis 98 Purwokerto, Barid Hardiyanto, juga mengungkapkan keprihatinannya atas kekerasan yang terjadi dalam demonstrasi akhir-akhir ini. Salah satu peristiwa tragis yang disorot adalah meninggalnya seorang pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, yang dilindas oleh kendaraan taktis aparat di tengah aksi unjuk rasa di Jakarta.
Menurut Barid, kejadian ini merupakan puncak dari arogansi dan kekerasan negara yang tak bisa diterima.
Forum Aktivis 98 Purwokerto menuntut agar segala bentuk kekerasan oleh aparat dihentikan, dan meminta agar aparat yang terlibat dalam peristiwa meninggalnya Affan Kurniawan diadili secara transparan dan adil. Mereka juga mendesak agar Presiden Prabowo Subianto segera mencopot Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo dari jabatannya sebagai Kapolri, sebagai bentuk pertanggungjawaban atas kegagalan institusi Polri dalam melindungi warga sipil.
Selain itu, Forum Aktivis 98 Purwokerto meminta pemerintah untuk segera menghentikan tunjangan bagi anggota DPR RI dan melarang rangkap jabatan bagi menteri, wakil menteri, atau pejabat negara lainnya.
Mereka menilai bahwa di tengah kesulitan yang dihadapi rakyat, tidak sepatutnya para pejabat menikmati kemewahan dan memonopoli kekuasaan. Anggaran negara harus lebih diprioritaskan untuk kesejahteraan rakyat, bukan untuk segelintir elite.
Dalam pernyataan tersebut, Forum Aktivis 98 juga menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat, termasuk mahasiswa, buruh, petani, dan kaum miskin kota, untuk terus mengawasi dan mengkritisi kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada rakyat.
Mereka mengingatkan bahwa negara ini didirikan bukan untuk menindas rakyatnya, dan bahwa setiap kebijakan yang tidak adil harus dilawan demi menjaga demokrasi.
Sebagai bagian dari tuntutan mereka, Forum Aktivis 98 juga meminta pemerintah pusat untuk menginstruksikan seluruh gubernur dan bupati/wali kota agar membatalkan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Kenaikan PBB di tengah kondisi ekonomi yang sulit dianggap sebagai pengkhianatan terhadap penderitaan rakyat. Kebijakan ini harus segera dicabut, karena jelas-jelas memberatkan rakyat yang sudah kesulitan.
Akhirnya, Barid menegaskan bahwa kekuasaan yang direbut dari rezim otoriter harus dijaga agar tidak jatuh ke dalam lubang yang sama. “Diam saat keadilan diinjak-injak adalah sebuah pengkhianatan,” pungkasnya, menegaskan bahwa perjuangan rakyat harus terus berjalan demi tercapainya keadilan dan kesejahteraan bersama. (redaksi)